Bayu mengacak rambutnya kesal, sudah hampir seminggu tapi dirinya masih saja terbelenggu. Lingkar hitam di bawah matanya jadi saksi bagaimana buruk ritme tidurnya akhir-akhir ini. Ia kerap kali terjaga di malam hari, lalu meraba pada sisi kasur yang kini hampa tak terisi — berujung dirinya kembali menangis meratapi kepergian gadisnya karena ulahnya sendiri.
Pria itu berusaha sebaik mungkin menjalani hari-harinya meski kini semua tak lagi sama. Bertemu teman kantor sekenannya, tersenyum seperlunya, semua yang mereka lihat hanyalah kepura-puraan Bayu semata yang sedang menutupi nestapa yang sedang dirasa.
Teman-teman Bayu yang tahu tentang kabar putusnya berlomba-lomba untuk setidaknya menghibur pria itu. Tapi hasilnya nihil, mereka masih sering menangkap Bayu melamun sendirian di ruang kantornya dengan memutar lagu kesukaan dirinya dan Sarah saat masih bersama — atau terkadang menangis di bawah pengaruh alkohol ketika salah satu rekannya tak sengaja menanyakan kabar tentang Sarah dan segala hal tentang perpisahan mereka.
Hati Bayu sakit, tapi ia yakin apa yang Sarah rasakan jauh lebih pahit.
Karena Bayu baru sadar kalau ini semua adalah salahnya, salahnya ketika lelaki itu malah menempatkan Sarah pada daftar akhir prioritasnya padahal dia berhak untuk dijadikan yang pertama. Salahnya karena malah menempatkan egoisme di atas segalanya — berujung menelan semua konsekuensi yang patut ia terima.
Hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan terus berlalu, tapi tak banyak yang berubah dari Bayu selain sedikit kerelaan yang perlahan mulai terukir dari gurat lelah matanya. Sekarang Bayu sedang bersiap-siap untuk menghadiri sebuah pesta milik salah satu koleganya. Dengan jas senada langit malam yang makin membuatnya berwibawa, ia berjalan ke arah kerumunan pesta dan menyapa orang-orang yang ia kenali disana.
Sampai akhirnya matanya tertuju pada satu gadis yang tak terasa asing di matanya. Dengan dress berwarna merah muda yang membalut cantik tubuhnya dan segelas tequilla yang berada di tangannya, gadis itu sedang asik bercakap-cakap dengan satu tangannya yang lain terkait pada seorang pria di sebelahnya. Pemandangan yang ia saksikan dari belakang itu mungkin saja menyita perhatiannya, tetapi ia berusaha menepis kemungkinan yang tercipta di kepala dan menyangkal kalau ia hanya berhalusinasi semata.
Tapi ketika gadis dan pria itu berbalik ke arahnya, jantung Bayu serasa jatuh di tempat tertampar realita.
Ternyata matanya masih mengenali Sarah dengan baik. Gadis itu benar-benar Sarah, mantan yang sudah memutuskannya beberapa bulan yang lalu dan menjadi alasan utama hidupnya mendadak mandek tak seperti dulu. Rambut pendeknya ia gelung, menampilkan leher jenjangnya yang dulu selalu jadi tempat favorite Bayu untuk meletakkan kepala disana. Jangan lupakan raut wajahnya yang terlihat seribu kali lebih bahagia dari biasanya, menambah kesan cantik — yang tak bisa Bayu wujudkan saat mereka bersama.
Ada banyak kata yang ingin lelaki itu utarakan padanya, pun dengan rasa sesal dan bersalah yang masih bersarang pada dirinya — mencipta ribut di kepala tentang haruskah ia menghampiri Sarah dan menyampaikan semuanya. Sementara matanya kini terfokus pada tautan tangan di antara gadis itu dan pria yang sedang bersamanya. Terlihat serasi, meski itu tandanya hatinya sedang teriris bertubi-tubi.
Bayu akhirnya memilih untuk melangkah mendekat. Yakinnya pada diri sendiri kesempatan ini tak akan terulang lagi. Gadis itu berhak tau bahwa Bayu mengakui itu semua adalah salahnya. Dan gadis itu juga berhak mendapat permintaan maaf tulus — yang belum sempat Bayu ucapkan ketika mereka berpisah dulu.
Dengan tubuh yang menanggung nestapa tiap langkahnya, lelaki itu akhirnya sampai pada tujuannya.
“Permisi, Sarah?”
Yang dipanggil namanya menoleh, bersamaan dengan pria di sebelahnya. Betapa terkejutnya Sarah ketika ia mendapati mantan kekasihnya itu kini berdiri tepat di hadapannya.
“Kak Bayu?”
Bayu tersenyum, “Boleh aku bicara sama kamu sebentar?”
Sebelum sempat Sarah berbicara, pria yang daritadi memperhatikan mereka berdua itu langsung menyela. “Maaf tapi anda siapa, ya?”
Sarah yang berusaha menjelaskan langsung terhenti ketika Bayu malah mengajukkan tangan kanannya untuk dijabat, “Saya yang harusnya mohon maaf sudah menganggu waktu kalian berdua, saya Bayu, mantan Sarah yang baru saja putus beberapa bulan yang lalu.”
Lelaki itu buru-buru melanjutkan kalimatnya sebelum si pria salah paham, “Ada beberapa hal yang belum bisa saya bicarakan pada Sarah waktu kita berpisah. Oleh karena itu bolehkah saya minta waktu sebentar untuk berbicara berdua dengannya? Saya tidak memiliki maksud lain selain untuk membicarakan hal ini. Jika anda khawatir, saya pastikan saya dan Sarah akan berbicara di tempat yang bisa anda pantau kapan saja.”
Ucapannya lantas diangguki oleh pria bertuxedo hitam itu. Ia balik menjabat tangan Bayu, kemudian melirik ke arah gadisnya yang masih terpaku. “Saya sebenarnya nggak keberatan, saya pasrahkan semua keputusannya pada Sarah. Kalau ia mau, kalian bisa ambil waktu kalian untuk saling berbicara.”
Bayu melirik Sarah yang kini sedang menunduk — berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk mengiyakan ajakan sang mantan.
Mereka berjalan ke arah pintu balkon yang terbuka. Sarah yang sedari tadi gugup hanya bisa diam sembari menunggu Bayu menyuarakan apa yang ingin lelaki itu sampaikan. Sementara yang ditunggu mati-matian menahan rindu dan keinginan untuk membawa gadis itu dalam peluknya.
“Sarah, aku minta maaf.”
Sarah mendongak, menatap Bayu yang kini juga menatap lurus ke arahnya.
“Aku tau ini udah telat banget, tapi aku tetep mau minta maaf sama kamu.”
“Maaf udah nyia-nyiain kamu waktu itu dan maaf karena aku udah nyakitin kamu.” Bayu mengambil napas sebentar sebelum kembali melanjutkan kalimatnya, “Aku tau aku salah, aku udah egois sama kamu, aku nggak ngejadiin kamu prioritas aku dan bikin kamu terluka karena itu.”
“Aku… bener-bener minta maaf soal itu.”
Gugupnya membawa Bayu tersenyum kecil untuk mencairkan suasana aneh di antara mereka berdua, “Tapi tenang aja, Sar. Aku nggak bakal maksa kamu buat — “
“Aku udah maafin Kakak.”
Sarah mengejutkan lelaki itu ketika ia menyela kalimatnya dengans sesuatu yang tidak Bayu duga akan keluar dari mulutnya.
“Mungkin emang bener, ada beberapa orang yang ditakdirkan cuma untuk sementara tinggal di hidup kita. Entah itu untuk sekedar pengalaman maupun pelajaran.” Sarah tersenyum, “Dan mungkin aja kakak adalah salah satu pengalaman yang harus aku lalui dan pelajaran yang harus aku tekuni sebelum jadi aku yang sekarang ini.”
Mendengar perkataan gadis itu, Bayu ikut dibuat tersenyum karenanya. Meski Sarah lebih muda satu tahun darinya, tetapi selama berpacaran dengan gadis itu, Bayu telah belajar banyak hal tentang hidup dan hubungan yang masih banyak awam di telinga.
Tak ayal lelaki itu bisa jatuh cinta pada gadis kuat yang selalu bisa diandalkan ini. Gadis yang sama, yang sudah ia lepaskan sia-sia dari hidupnya karena ulahnya sendiri.
“Makasih, ya, Sar. Buat semua yang udah kamu lakuin dan waktu yang udah kamu lakuin sama aku.” Ucapannya mendapat anggukan langsung dari Sarah.
“Aku harap, cowok itu nggak egois dan bisa ngeluangin banyak waktu untuk kamu. Aku harap dia bisa beliin kamu bunga dan nemenin kamu ngelukis karena kamu suka dua hal itu.”
“Dan aku berharap, cowok itu bisa bahagiain kamu jauh lebih baik ketimbang aku.”
Sarah mengangguki semua harapan yang keluar dari mulut lelaki itu. “Makasih sekali lagi, Kak. Aku harap, kakak juga bisa cepet nemuin yang baru, yang jauh lebih baik ketimbang aku.”
Bayu hanya menanggapi dengan kekehan kecil, meski dalam pikirannya ia cuma mau Sarah kembali padanya.
“Kalau begitu, aku pamit ya, Kak?”
Lelaki itu mengangguk, “Iya, silahkan. Aku mau disini dulu sebentar.”
Seiring dengan kepergian gadis itu, ada hampa yang ikut berhembus bercampur dengan sisa-sisa parfum yang gadis itu kenakan. Bayu berjalan ke arah luar balkon — menatap pada langit yang ikut jadi kelabu seperti suasana hatinya.
Bayu menghela napas, kini ia harus menjalani hari kedepannya dengan menelan semua karma yang pantas ia terima. Karena Sarahnya sudah bukan lagi miliknya.
Karena sekarang gadis itu sudah bahagia berada pada pelukan pria lain, selain dirinya.